banner 160x600
banner 160x600
banner 1038x250

Anarkisme Digital

JWMovement.com-jakarta
Berfilsafat dalam dunia digital kiranya dapat menjadi sebuah katarsis bagi kabur dan keruhnya informasi yang banjir bandang. Dengan menerapkan pola berpikir filsafat, kita tak akan mudah berprasangka dan—meminjam konsep dekonstruksi Derrida—menunda setiap klaim kebenaran dari otoritas. Sebab tanpa kita sadari, dunia digital sendiri pun memiliki otoritas yang berwujud influencer, yang validitas serta kapabilitasnya belum tentu, dan para buzzer yang menjadi representasi mental kerumunan.

Hingga hari ini, masih banyak ditemui orang yang tampil gagah penuh performa di dunia digital, namun senyap dan pecundang di dunia korporeal. Padahal dua dunia tersebut saling berkesinambungan satu sama lain. Sebuah pesan yang disampaikan di dunia digital akan berdampak pada dunia korporeal. Satu contoh adalah ketika seseorang menjalin hubungan asmara virtual.

Bagi sebagian sejoli yang terhalang oleh jarak, sarana digital menjadi senjata ampuh bagi mereka untuk menjalin kasih. Namun sering terjadi kerunyaman ketika pesan yang disampaikan tanpa kehadiran tersebut gagal dipahami oleh salah satu pihak, sehingga menjadikan pertengkaran dan menyebabkan kegalauan dalam waktu yang tak dapat ditentukan.

Itulah pentingnya filsafat, setidaknya memberi jeda waktu untuk mengklasifikasi dan menjaga rasionalitas agar tak kalah oleh ego serta emosi kita yang cenderung irasionalitas. Keseimbangan antara ego dan rasio-lah yang sebenarnya kita butuhkan dalam menghadapi dua dunia tersebut: dunia digital dan dunia korporeal.

Oleh karena itu, etika-etika yang biasanya kita terapkan di dunia korporeal—dunia nyata—perlu kita terapkan pula di dunia digital. Jika di dunia nyata kita ingin diperlakukan sesuai apa yang kita inginkan, maka kita harus memperlakukan orang lain serupa. Begitu pun di dunia digital, jika ingin diperlakukan dengan baik, maka perlakukanlah orang lain dengan baik, cukup mudah untuk menerapkannya: hanya menggerakkan jari dengan memantabkan pikiran.

Beda lagi jika kita telah memperlakukan orang dengan baik namun ada segelintir orang yang memperlakukan kita dengan tidak baik. Lagi-lagi filsafat relevan di sini, yaitu kita bisa menerapkan ajaran-ajaran dari filsafat Stoisisme tentang dikotomi kendali. Dalam hidup ini ada sesuatu yang dapat kita kendalikan dan sesuatu yang tak dapat kita kendalikan, seperti omongan orang lain, penyakit, iklim, dan rezeki.

Namun tak semuanya bisa menerapkan hal tersebut. Setidaknya dalam revolusi digital yang mengalihkan homo sapiens menjadi homo digitalis ini, kita sebagai manusia tetap bisa otentik dengan kemanusiaan kita. Tidak mudah hanyut terbawa arus banjir bandang informasi serta dapat menjadi pembendung hoax yang kerap datang secara brutal.

Dengan cara berpikir filsafat, kita bisa berlaku lebih bijaksana. Sesuai dengan makna filsafat secara harfiahnya, yaitu philo sophia, cinta kebijaksanaan. Pada akhirnya, filsafat yang, katanya ruwet, abstrak, njlimet, abstrak dan mengawang-awang, akan selalu kita butuhkan untuk hari ini, esok, dan lusa nanti. Filsafat juga akan selalu relevan di dunia korporeal maupun dunia digital, agar kita tak menjadi homo “Anarkis”.

tulisan di atas adalah opini dari

Heru/Zack Or Die

Pegiat JW Movement

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 970x141